Kamis, 26 Februari 2015

Model Desain Pembelajaran



Pengertian Desain Pembelajaran


  1. Briggs dalam Ritchey (1986) mendefinisikan desain pembelajaran sebagai suatu keseluruhan proses yang dilakukan untuk menganalisis kebutuhan dan tujuan pembelajaran serta pengembangan sistem penyampaian materi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
  2. Smith dan Ragan (1993) mendefinisikan desain pembelajaran sebagai proses sistematik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran menjadi sebuah rancangan yang dapat diimplementasikan dalam bahan dan aktivitas pembelajaran.
  3. Buhl (1975): Suatu set kegiatan yang bertujuan meningkatkan kondisi belajar bagi siswa.
  4. Hamerus (1971): Proses yang sistematis untuk meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran.
  5. Schauer (1971): Perencanaan secara akal sehat untuk mengidentifikasikan masalah belajar dan mengusahakan pemecahan masalah tersebut dengan menggunanan suatu rencana terhadap pelaksanaan, evaluasi, ujicoba, umpan balik, dan hasilnya.
  6. Twelker, Urbach, & Buck (1972): Cara yang sistematis untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud mencapai tujuan tertentu.
  7. American Telephone & Telegraph, AT&T (1985): Suatu resep dalam menyusun peristiwa dan kegiatan yang diperlukan untuk memberikan petunjuk ke arah pencapaian tujuan belajar tertentu.
  8. Reigeluth (1978): Tiga tahap kegiatan, yaitu: Desain yang bagi seorang pengembang instruksional berfungsi sebagai blue print bagi ahli bangunan, Produksi yang berarti penggunaan desain untuk membuat program instruksional, dan Validasi yang merupakan penentuan kualitas atau validitas dari produk akhir.
  9. Shambaugh (2006) menjelaskan desain pembelajaran sebagai an intellectual process to help teachers systematically analyze learner needs and construct structures possibilities to responsively address those needs.


Model Desain Pembelajaran

Banyak ahli desain pembelajaran membuat desain pembelajaran dengan cirri khas tertentu. Berikut ini diuraikan beberapa model desain pembelajaran, antara lain:

  1. Model Desain Pembelajaran ARCS (Attention, Relevance, Confidence, dan Satisfication)
  2. Model Desin Pembelajaran ASSURE
  3. Model Desain Pembelajaran Dick and Carey
  4. Model Desain Pembelajaran Jerold E. Kemp
  5. Model Desain Pembelajaran Smith and Ragan
  6. Model Desain Pembelajaran ADDIE
  7. Model Front-End System Design
  8. Model Bella Banathy
  9. Model PPSI

Kamis, 19 Februari 2015

Belajar Melalui Permainan



Gagasan bahwa anak akan belajar dan berkembang diawali oleh Frobel. Sebagian besar program PAUD telah memasukkan permainan dalam kurikulum. Montesori keikutsertaan anak dalam materi dan lingkungan sebagai sarana utama untuk belajar. John Deway: anak belajar melalui keterlibatan dalam permainan yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. Piaget: permainan meningkatkan pengetahuan kognitif dan merupakan sarana  membentuk pengetahuan melalui keikutsertaannya. Vygotsky: interaksi sosial yang terjadi dalam permainan penting bagi perkembangan kognitif anak. Memberi kesempatan bagi anak untuk memilih beragam kegiatan  yang direncanakan dengan baik akan meningkatkan kemungkinan belajar melalui permainan. 

Mildren Parten mengidentifikasi enam tahap dan deskripsi permainan sosial anak:

  • Permainan diam: permainan di mana anak tidak bermain dengan apa pun atau siapa pun.
  • Permainan sendiri: permainan di mana anak bermain sendiri.
  • Permainan menonton: permainan di mana anak menonton dan mengamati anak-anak lain.
  • Permainan menyamai: permainan di mana anak bermain sendiri namun dengan cara dan mainan yang sama dengan anak-anak lain.
  • Permainan asosiatif: anak berinteraksi satu sama lain, mungkin menanyakan pertanyaan atau berbagi bahan, namun tidak bermain bersama.
  • Permainan kooperatif: anak-anak bermain secara aktif , sering karena diatur oleh guru.

Yang dipelajari anak selama bermain:

  • Mempelajari Konsep: konsep yang ber kaitan dengan panca indera: menyentuh, melihat, mencium, mendengar, merasakan; dan  konsep logis matematis yang terkait dengan klasifikasi, pengurutan, penomoran, ruang, dan waktu.
  • Mengembangkan keterampilan sosial: berbagi, bergiliran, bernegosiasi, berkompromi, dan memimpin.
  • Mengembangkan keterampilan fisik, yaitu menggunakan otot halus dan otot kasar.
  • Mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan bahasa dan baca-tulis: kesadaran fonologi: mempelajari bahwa bunyi membentuk kata dan digunakan dalam kata; dan keterampilan percakapan, seperti bergantian dan merespon dengan cepat.
  • Meningkatkan harga diri: menunjukkan pencapaian dan kemampuan; dan menghubungkan pencapaian diri sendiri dengan pencapaian teman.
  • Menguasai situasi kehidupan serta bersikap untuk peran dalam kehidupan orang dewasa: belajar cara menjadi mandiri; berpikir; mengambil keputusan; dan bekerja sama/berkolaborasi dengan orang lain, yang meliputi orang yang berbeda budaya, ras, atau kemampuan.

Permainan sosial mendukung banyak fungsi penting, seperti:

  • Menjadi sarana untuk berinteraksi dengan orang lain, seperti belajar kompromi, menjadi fleksibel, dan menyelesaikan konflik.
  • Menjadi sarana untuk mempraktikkan dan mengembangkan kemmpuan baca-tulis.
  • Membantu anak mengendalikan emosi, seperti marah, kecewa, sedih, dan sebagainya.
  • Memberi anak teman untuk berinteraksi , meniadakan keterasingan dan membantu anak cara berinteraksi sosial

Tipe Permainan Lain:

  • Permainan Kognitif: Forbel, Montesori, dan piaget menyadari pentingnya permainan kognitif. Mereka semua melihat partisipasi aktif anak sebagai hubungan langsung ke pengetahuan dan perkembangan. Dari perspektif Piaget, permainan dianggap sebagai perkembangan kognitif secara literal.
  • Permainan fungsional
  • Permaian simbolik
  • Permainan games dengan aturan
  • Permainan bebas atau informal
  • Permainan sosiodrama/berpura-pura
  • Permainan out door
  • Permainan kasar

Pada saat aktivitas bermain terjadi:

  • Ciptakan lingkungan yang memastikan anak belajar memalui permainan.
  • Ciptakan lingkungan indoor maupun outdoor yang mendorong permainan dan mendukung perannya dalam pembelajaran.
  • Aturlah lingkungan kelas agar memungkinkan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran aktif terjadi.
  • Berikan materi dan peralatan yang sesuai dengan level perkembangan anak  dan mendukung kurikulum multi-budaya dan non-gender.
  • Tanyai anak mengenai permainan mereka. Bahaslah apa yang anak lakukan selama permainan, dan selidikilah apa yang anak pelajari melalui permainan.
  • Pastikan keamanan dalam permainan indoor dan outdoor.
  • Beri waktu untuk pembelajaran melalui permainan. Sertakan permainan dengan jadwal sebagai aktivitas yang sah dengan haknya sendiri.
  • Awasilah aktivitas permainan dan berpartisipasilah dalam permainan anak. Dalam peran ini, bantu, tunjukkan, dan pandu. Berikan bantuan seperlunya.
  • Amati permainan anak. Guru dapat mempelajari cara anak bermain dan hasil  pembelajaran dari permainan untuk digunakan dalam perencanaan aktivitas kelas.
  • Didiklah keluarga dan asisten mengenai pembelajaran melalui permainan.



Sumber Bacaan:

  1. Ahmad Susanto. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
  2. Carol Seefeldt & Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta: Indeks.
  3. Wowo Sunaryo Kuswana. 2011. Taksonomi Berpikir. Jakarta: Rosda Karya.


Tulisan dapat didownload dalam format pdf di sini

Konsep Dasar Perkembangan Kognitif



PENDAHULUAN
Karya Jean Piaget merupakan teori yang paling komprehensif dalam perkembangan intelektual pada zamannya, dan boleh dikatakan tidak ada teori yang sebanding bahkan mendekatinya (Sternberg, 2002). Ide-ide Piaget banyak dimanfaatkan dan menjadi inspirasi dalam pengembangan paradigma psikologikognitif, terutama konsep pengolahan informasi, dan menumbuhkan kelompok teoritis kognitif Piaget. 

PENGERTIAN
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, yang berarti mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau ranah/wilayah psikologi manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan. Otomatisasi refleks dan sensori, menurut para ahli tidak pernah terlepas sama sekali dari aktivitas ranah kognitif,sebab pusat refleks sendiri terdapat dalam otak, sedangkan otak adalah pusat ranah kognitif manusia. Pengembangan kognitif adalah proses berpikir berupa kemampuan untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan sesuatu. Dapat pula dimaknai sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan, yang dipopulerkan oleh Howard Gardner sebagai “potensi biopsychological”.

ASPEK UTAMA DALAM PENGEMBANGAN KOGNITIF

  • Pengembangan kognitif merupakan perwujudan dari kemampuan primer, yaitu:
  • Kemampuan berbahasa (verbal comprehension)
  • Kemampuan mengingat (memory)
  • Kemampuan nalar atau berpikir logis (reasoning)
  • Kemampuan tilikan ruang (spatial factor)
  • Kemampuan bilangan (numerical ability)
  • Kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency)
  • Kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed)

CIRI-CIRI PERILAKU KOGNITIF

  • Berpikir lancar, yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan dan arus pemikiran lancar.
  • Berpikir luwes, yaitu menghasilkan gagasan-gagasan yang beragam, mampu mengubah cara atau pendekatan dengan arah pemikiran yang berbeda-beda.
  • Berpikir orisional, yaitu memberikan jawaban yang tak laziam atau lain dari yang lain yang jarang diberikan dari kebanyakan orang.
  • Berpikir terperinci (elaborasi), yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, memrinci detail-detail dan memperluas suatu gagasan.

KAPAN PROSES PENGEMBANGAN KOGNITIF DIMULAI
Ahli psikologi kognitif meyakini bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia dilahirkan, yang tampak dalam bentuk motorik (gerakan) dan sensorik (menerima rangsangan). Berdasarkan hasil penelitian, para ahli psikologi kognitif menyimpulkan bahwa aktivitas ranah kognitif manusia pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masih bayi, yaitu rentang kehidupan antara 0 – 2 tahun. Kemudian akan brerlanjut ke tahap pre-operasional (usia 2 – 7 tahun), tahap concrete-operasional (usia 7 – 11 tahun), dan formal-operasioanal (usia 11 – 15 tahun). 

BEBERAPA ISTILAH PERKEMBANGAN KOGNITIF VERSI PIAGET

  • Sensory-motor schema (skema sensori-motor), yaitu sebuah atau serangkaian perilaku terbuka yang tersusun secara sistematis untuk merespon lingkungan (barang, orang, keadaan, kejadian).
  • Cognitive schema (skema kognitif), ialah perilaku tertutup berupa tatanan langkah-langkah kognitif (operations) yang berfungsi memahami hal yang tersirat atau menyimpulkan lingkungan yang direspon.
  • Object permanance (ketetapan benda), yaitu anggapan bahwa sebuah benda akan ada walaupun sudah ditinggalkan atau tidak dilihat lagi.
  • Assimilation (asimilasi), yaitu proses aktif dalam menggunakan skema untuk merespon lingkungan.
  • Accomodation (akomodasi), yaitu penyesuaian aplikasi skema yang cocok dengan lingkungan.
  • Equilibrium (ekuilibrium), yaitu keseimbangan antara skema yang digunakan dengan lingkungan yang direspon sebagai hasil ketetapan akomodasi.

TAHAP PERKEMBANGAN
Piaget membagi skema yang terjadi pada anak untuk memahami dunianya melalui 4  periode atau tahapan utama yang berkorelasi dengan perkembangan seiring dengan bertambahnya usia.
Tahap Sensori-Motor
Subtahapan skema reflex (0 – 6 minggu)
Muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks
Subtahapan fase reaksi sirkular primer (6 minggu – 4 bulan)
Muncul dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan
Subtahapan fase reaksi sirkular sekunder (4 – 9 bulan)
Muncul dari usia 4 sampai 9 bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara pengelihatan dan pemaknaan
Subtahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder (9 – 12 bulan)
Muncul dari usia 9 – 12 bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat obyek sebagai sesuatu yang permanen walaupun kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut yang berbeda (permanensi objek)
Subtahapan fase reaksi sirkular tersier (12 – 18 bulan)
Muncul dalam usia 12 – 18 bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan
Subtahapan awal representasi simbolik (18 bulan – 2 tahun)
Berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas
Tahap Praoperasional
Berpikir praoperasional merupakan prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap obyek-obyek yang dihadapinya. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dilakukan, karena belajar logika belum memadai. Mereka belajar  menggunakan dan merepresentasikan obyek dengan gambaran dan kata-kata, dapat mengklasifikasikan obyek berdasarkan 1 ciri, tetapi pada tahap ini masih bersikap egosentris.
Tahap Operasional Konkret
Pada tahap ini anak sudah mempunyai ciri penggunaan logika yang memadai.

Kemampuan Operasional Konkret
Pengurutan
Kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk atau ciri lain. Contoh: bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkan dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi
Kemampuan untuk member nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilan, ukuran, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya kedalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa  seperti anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan.
Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Ontoh: anak tidak lagi menganggap cangkir lebar dan pendek lebih sedikit isinya dibandingkan dengan cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah kemudian kembali ke awal. Anak dengan cepat menentukan dengan cepat menentukan 4 + 4 = 8, 8 – 4 = 4
Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan objek atau benda-benda tersebut. Contoh: jika anak diberi cangkir yang seukuran maka akan memiliki isi sama banyak, mereka akan tahu jika air dituangkan ke cangkir lain yang ukurannya berbeda, air di cangkir tersebut akan sama banyak dengan isi cangkir yang lain.
Penghilangan sifat egosentris
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, kemampuan menyesuaikan diri sudh terkendali.
Tahap Operasional Formal
Tahap ini merupakan tahap terahir perkembangan kognitif. Tahap ini mulai dialami oleh anak dalam usia belasan tahun. Karakteristik dari tahap ini adalah diperolehnya kemampuan berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.

IMPLEMENTASI TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF
  • Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa.
  • Siswa harus diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang  interaksi dengan teman sebaya, dan bimbingan guru.
  • Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
  • Belajar aktif akan menghindarkan dari kebosanan melalui interaksi dan permainan.
  • Belajar melalui pengalaman sendiri, proses mencari pengetahuan secara tidak sengaja, dan siswa tidak merasa untuk belajar.
  • Bahasa dan cara berpikir siswa tidak seperti orang dewasa.
  • Siswa dapat belajar dengan baik jika lingkungan mendukung.
  • Bahan yang dipelajari harus dirasakan baru tetapi tidak asing.
  • Kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
Sumber Bacaan:
  1. Ahmad Susanto. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
  2. Carol Seefeldt & Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta: Indeks.
  3. Wowo Sunaryo Kuswana. 2011. Taksonomi Berpikir. Jakarta: Rosda Karya.

 Tulisan dapat didownload dalam bentuk pdf di sini

Teori Perkembangan Otak


         Ketika bayi dilahirkan, ia telah membawa potensi yang terdapat dalam 100 – 200 milyar sel neuron yang tersimpan dalam otaknya. Setiap sel akan tumbuh dan berkembang untuk memproses beberapa triliun informasi. Selama masa berkembang, otak akan mengalami perubahan sesuai dengan stimulus yang diterima dari panca indera. Hal ini akan menentukan kecerdasan, kepribadian, dan kualitas hidupnya. Otak akan menentukan perilaku, kepribadian, dan menyimpan ingatan dari pengalaman. Otak dan sistem syarap akan menjadi seperangkat alat yang akan memproduksi dan mengatur seluruh kegiatan tubuh.
        Otak terbagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan kanan . Belahan kiri mempunyai fungsi yang logis, analitis, bertahap dan linear, berpikir konvergen, mengarah pada satu jawaban, rasional. Belahan kanan berfungsi intuitif, holistik, gestalt, non linear, berpikir divergen, mengarah pada jawaban menyebar/toleran terhadap dwiarti dan irrasional
        Keberfungsian dari kedua belah otak tidak dapat dipisahkan, tetapi saling berkaitan. Perkembangan otak kanan akan mempengaruhi belahan otak kiri, dan sebaliknya. Pengembangan program kegiatan bermain haruslah dapat mengembangkan kedua belah otak.
        Masing-masing belahan otak dapat distimulasi sesuai dengan fungsi masing-masing. Belahan kiri berhubungan dengan perkembangan kecerdasan linguistik, logika matematika, visual spasial, dan kinestetik. Belahan kanan berhubungan dengan pengembangan kecerdasan interpersonal, intrapersonal, musikal, naturalis, dan spiritual.
Cara Anak Membangun Pengetahuan
        Teori konstruktivisme: suatu proses aktif dimana anak membangun konsep/gagasan baru berdasarkan pada pengetahuan yang telah mereka peroleh. Anak akan memilih dan mengubah bentuk informasi, membangun hipotesis, dan membuat keputusan berdasarkan proses tertentu. Vygotsky menjelaskan bahwa anak belajar dari benda nyata dan bergerak.


Klasifikasi Pengembangan Kognitif
        Klasifikasi pengembangan kognitif dimaksudkan untuk mempermudah guru dan orang dewasa lainnya dalam menstimulasi kemampuan kognitif anak, sehingga tercapai optimalisasi potensi pada masing-masing anak. Klasifikasi tersebut, yaitu:

Pengembangan Auditory (PA)

Kemampuan ini berhubungan dengan bunyi atau pendengaran. Kemampuan yang dikembangkan: mendengarkan/menirukan bunyi, mendengarkan nyanyian/syair, mengikuti perintah lisan sederhana, mendengarkan cerita, mengungkapkan kembali certia sederhana, menebak lagu/apresiasi musik, mengikuti ritmik dengan bertepuk, mengetahui asal suara dan mengetahui nama benda yang dibunyikan.

Pengembangan Visual (PV)

Pengembangan ini berkaitan dengan pengelihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitar. Kemampuan yang dikembangkan: mengenali benda-benda, membandingkan benda-benda dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks, mengetahui benda dari ukuran, bentuk, atau warna, mengetahui adanya benda yang hilang jika ditunjukkan sebuah gambar yang belum sempurna atau janggal, menjawab pertanyaan tentang sebuah gambar seri , menyusun potongan teka-teki, mengenali nama sendiri jika ditulis, dan mengenal huruf dan angka.

Pengembangan Kinestetik (PK)

Kemampuan ini berhubungan dengan kelancaran gerak tangan/keterampilan tangan atau motorik halus yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Kemampuan yang dikembangkan: finger painting dengan tepung kanji, menjiplak hurug-huruf, melukis dengan cat air, mewarnai gambar sederhana, merobek kertas koran, menciptakan bentuk-bentuk dengan balok, menjahit, membuat gambar dengan berbagai media, menjiplak bentuk bujur sangkar, lingkaran, segi empat, memegang dan menguasai pensil, menyusun puzzle, menggunting, dan menulis.

Pengembangan Aritmatika(PAr)

Kemampuan aritmatika berhubungan dengan kemampuan berhitung atau konsep berhitung permulaan. Kemampuan yang dikembangkan: mengenali atau membilang angka, menyebut urutan bilangan, menghitung benda, mengenali himpunan dengan nilai bilangan yang berbeda, memberi nilai bilangan pada suatu himpunan benda, mengerjakan atau menyelesaikan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dengan menggunakan konsep dari konkret ke abstrak, mengmenghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan, dan menciptakan bentuk benda sesuai dengan konsep bilangan. Dalam praktiknya dapat diterapkan dengan: menggunakan konsep waktu, misalnya hari ini; menyatakan waktu dengan jam; mengurutkan lima sampai sepuluh benda berdasarkan urutan tinggi besar; dan mengenal penambahan dan pengurangan.

Pengembangan Taktil (PT)

Pengembangan ini berhubungan dengan pengembangan tekstur (indera peraba). Kemampuan yang dikembangkan: mengembangkan kesadaran akan indera sentuhan, mengembangkan kesadaran akan berbagai tekstur, mengembangkan kosa kata untuk menggambarkan berbagai tekstur seperti tebal-tipis, halus-kasar, panas diangin, dan tekstur kontras lainnya, bermain di bak pasir, bermain air, bermain plastisin, menebak dengan meraba tubuh teman, meraba dengan kertas amplas, meremas kertas koran, dan meraup biji-bijian.

Pengembangan Geometri (PG)

Pengembangan geometri berhubungan dengan pengembangan konsep bentuk dan ukuran, kemampuan yang dikembangkan adalah: memilih benda menurut warna, bentuk dan ukuran; mencocokkan benda menurut warna, bentuk, dan ukuran; membandingkan benda menurut ukuran; mengukur benda secara sederhana; mengamati ukuran dengan bahasa ukuran, menciptakan bentuk dari keping geometri, menyebutkan benda-benda berdasarkan bentuk, mencotoh bentuk geometri, menyebut, menunjukkan, mengelompokkan berdasarkan bentuk, menyusun menara dari kubus, mengenal ukuran panjang, berat, isi; dan meniru pola dengan empat kubus.

Pengembangan Sains Permulaan (SP)

Kemampuan sains permulaan berhubungan dengan berbagai percobaan atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara saintifik atau logis tetapi tetap dengan mempertimbangkan tahapan berpikir anak. Kemampuan yang dikembangkan: mengeksplorasi berbagai benda yang ada di sekitar; mengadakan berbagai percobaan sederhana; dan mengkomunikasikan apa yang telah diamati dan diteliti.


 
Sumber Bacaan:

  1. Ahmad Susanto. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
  2. Carol Seefeldt & Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta: Indeks.
  3. Wowo Sunaryo Kuswana. 2011. Taksonomi Berpikir. Jakarta: Rosda Karya. 

Tulisan dapat didownload dalam format pdf di sini